PAJAK DALAM PANDANGAN ISLAM

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya.

SAHABAT RASULULLAH SAW. DALAM PANDANGAN AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Berbicara tentang sahabat, seakan berenang di lautan kemuliaan yang tak bertepi. Begitu banyak kemuliaan yang tertoreh dalam kehidupan mereka.

WAJIBNYA SHOLAT BERJAMA'AH DI MASJID!!

Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya.

BARANG SIAPA YANG MENGAMBIL PENDAPAT YANG KELIRU DARI SETIAP ULAMA, AGAMANYA AKAN HILANG

Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan tentang biografi Khalifah al-Mu'tadhidh Billah:.

AGAR TA'ARUF TAK BERBUAH KECEWA

Seringkali terjadi di kalangan ikhwan dan akhwat yang sudah siap untuk berumah tangga dan menjalani ta’aruf yang syar’i namun.

KISAH MENABJUKKAN TENTANG SABAR DAN SYUKUR KEPADA ALLAH

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah
bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.

Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu 'anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, "Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan""

Abdullah bin Muhammad berkata, "Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, "Aku mendengar engkau berkata "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan", maka nikmat manakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut??, dan kelebihan apakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu hingga engkau menysukurinya??"

Orang itu berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku?, demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah engkau mencari kabar tentangya –semoga Allah merahmati engkau-". Aku berkata, "Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau". Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan di makan oleh binatang buas, akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji'uun. Aku berkata, "Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??". Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Tatkala aku menemui orang tersbut maka akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, "Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?", aku berkata, "Benar". Ia berkata, "Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?". Akupun berkata kepadanya, "Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihissalam?", ia berkata, "Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam ", aku berkata, "Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?", orang itu berkata, "Tentu aku tahu". Aku berkata, "Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?", ia berkata, "Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya", ia berkata, "Benar". Aku berkata, "Bagaimanakah sikapnya?", ia berkata, "Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?", ia berkata, "Iya", aku berkata, "Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?", ia berkata, "Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!". Aku berkata, "Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau". Orang itu berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka", kemudian ia berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia. Aku berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[1]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku "Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?". Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, "Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!", maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, "Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!". Aku bertanya kepada mereka, "Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?", mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu 'Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. Tatkala tiba malam hari akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ{ (الرعد:24)

"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, "Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?", ia berkata, "Benar", aku berkata, "Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua", ia berkata, "Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai"

Penulis: Firanda Andirja

Artikel www.firanda.com

---------------------
[1] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang binatang buas memakannya, Wallahu a'lam

PENTING DIBACA...Satu Lagi Bukti Bahwa Ipar Adalah Maut !!!!!!

بسم الله الرحمن الرحيم

Khalid duduk di ruang kerjanya dengan pikiran yang diliputi kesedihan dan kegalauan. Salah seorang kawannya, memperhatikan kegalauan dan kesedihan itu di wajahnya. Ia berdiri dari mejanya dan mendekati Khalid, lalu berkata padanya:

“Khalid, kita ini berteman layaknya bersaudara sejak sebelum kita sama-sama bekerja. Aku perhatikan sejak seminggu ini selalu termenung, tidak konsentrasi. Engkau kelihatan begitu galau dan bersedih…”

Khalid terdiam sejenak. Kemudian ia berkata:

“Terima kasih atas kepedulianmu, kawan…Aku merasa memang membutuhkan seseorang yang dapat mendengarkan masalah dan kegelisahanku, barangkali itu bisa membantuku untuk mencari jalan keluarnya…”

Khalid memperbaiki duduknya, lalu menuangkan segelas teh kepada kawannya. Kemudian ia berkata lagi:

“Masalahnya, seperti yang engkau tahu aku sejak menikah 8 bulan lalu, aku dan istriku tinggal sendiri di sebuah rumah. Namun masalahnya adikku yang paling kecil, Hamid, yang berusia 20 tahun baru saja menyelesaikan SMA-nya dan diterima di salah satu universitas di sini. Dia akan datang satu atau dua minggu lagi untuk memulai kuliahnya. Ayah dan ibuku memintaku bahkan mendesakku agar Hamid dapat tinggal bersamaku di rumahku daripada ia harus tinggal di asrama mahasiswa bersama teman-temannya. Mereka takut nanti dia terseret mengikuti kawan-kawannya!

Aku menolak hal itu, karena kamu tahu kan bagaimana seorang pemuda yang sedang puber seperti itu. Keberadaannya di rumahku akan menjadi bahaya besar. Kita semua sudah melewati masa remaja seperti itu. Kita tahu betul bagaimana hasrat dan keinginannya. Apalagi aku terkadang keluar dari rumah, mungkin juga aku pergi untuk beberapa hari untuk urusan pekerjaan…

Aku harus pula sampaikan padamu bahwa aku sudah menanyakan kepada salah seorang Syekh terkait masalah ini, dan beliau mengingatkanku untuk tidak mengizinkan siapapun, meski itu saudaraku sendiri untuk tinggal bersamaku dan bersama istriku di rumah. Beliau mengingatkanku tentang sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Ipar itu adalah maut.”

Khalid terdiam sejenak. Ia meneguk teh yang ada di depannya. Kemudian ia melanjutkan kembali ucapannya:

“Aku sudah menjelaskan semuanya kepada ayah dan ibuku. Bahkan aku bersumpah bahwa yang aku inginkan adalah kebaikan untuk adikku, Hamid. Namun mereka justru marah kepadaku, mereka menyerangku di depan semua keluarga, menganggapku sudah durhaka, bahkan menyebutku berprasangka buruk kepada adikku, padahal ia menganggap istriku seperti kakaknya sendiri. Mereka mengira aku dengki pada adikku karena aku tidak menghendaki ia melanjutkan pendidikan tingginya…”

“Yang lebih berat dari itu semua adalah karena ayahku telah mengancamku dengan mengatakan bahwa ini akan menjadi citra buruk dan aib besar di tengah keluarga, karena bagaimana adikku bisa tinggal bersama orang lain sementara rumahku ada. Ayahku mengatakan: ‘Demi Allah, jika Hamid tidak tinggal bersamamu, aku dan ibumu akan marah padamu hingga kami mati. Kami tidak pernah mengenalmu sejak hari ini, dan kami akan berlepas diri darimu di dunia sebelum di akhirat…”

Khalid menundukkan kepalanya sejenak, lalu kembali berujar:

“Sekarang aku sungguh bingung tidak tahu berbuat apa. Dari satu sisi, aku ingin menyenangkan hati ayah dan ibuku, tapi di sisi lain aku tidak ingin mengorbankan kebahagiaan keluargaku. Nah, sekarang bagaimana pandanganmu terhadap masalah yang sangat berat ini kawan?”

Kawannya memperbaiki duduknya. Ia kemudian mengatakan:

“Tentu engkau ingin mendengarkan pendapatku sejelas-jelasnya dalam masalah ini, bukan? Karenanya izinkan aku untuk mengatakan kepadamu, wahai Khalid, bahwa engkau benar-benar seorang peragu dan bimbang. Sebab jika tidak begitu, untuk apa semua persoalan dan masalah ini terjadi bersama kedua orang tuamu?

Bukankah engkau tahu bahwa ridha Allah itu bergantung pada ridha kedua orang tua, begitu pula kemurkaan-Nya bergantung pada kemurkaan mereka berdua? Lagi pula jika adikmu tinggal serumah denganmu, ia akan membantumu menyelesaikan urusan rumah. Dan ketika engkau tidak ada di rumah untuk suatu urusan, ia akan menjaga rumahmu selama engkau pergi.

Kawannya sengaja diam sebentar. Ia ingin melihat bagaimana reaksi Khalid terhadap apa yang diucapkannya. Kemudian ia melanjutkan dengan mengatakan:

“Lagi pula aku ingin bertanya padamu: mengapa engkau berburuk sangka pada adikmu sendiri? Apa kamu lupa Allah melarang kita berburuk sangka kepada orang lain? Coba katakan padaku: bukankah engkau percaya dengan istrimu? Bukankah engkau percaya kepada adikmu?”

Entah bagaimana ceritanya hingga Khalid akhirnya bisa menerima penjelasan kawannya itu. Di hadapannya, ia tidak punya pilihan selain menerima adiknya, Hamid untuk tinggal bersamanya di rumahnya.

Beberapa hari kemudian, Hamid pun tiba. Khalid menjemputnya di bandara. Mereka kemudian meluncur menuju rumah Khalid di mana Hamid akan menempati bagian depannya. Dan seperti itulah yang terjadi selanjutnya…
Hari demi hari terus berganti. Ia bergulit mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Dan kini kita telah berada di empat tahun setelah perisitiwa itu…

Kini Khalid telah genap berusia 30 tahun. Ia telah menjadi ayah bagi tiga orang anak. Sementara Hamid kini telah memasuki tahun terakhir perkuliahannya. Ia sudah hampir menyelesaikan kuliahnya di universitas. Kakaknya, Khalid telah berjanji untuk mengupayakan pekerjaan yang layak untuk adiknya di universitas itu, dan membolehkannya tetap tinggal di rumah itu hingga ia menikah dan pindah dengan istrinya ke rumah tersendiri.

Pada suatu malam sepulang dari tempat kerjanya Khalid melihat dua sosok hitam di pinggir jalan. Rasa ingin tahunya mendorongnya untuk mendekat lebih dekat lagi dan bertanya mengapa mereka berdiri di pinggir jalan seperti itu. Ketika ia mendekat, ternyata seorang ibu tua dengan seorang gadis yang terbaring di tanah menangis kesakitan. Sementara sang ibu tua itu terus berteriak meminta tolong:

Ibu tua itupun menceritakan awal mula mereka terdampar di kota itu. Air mata ibu tua dan erangan kesakitan gadis itu membuatnya terenyuh. Ia benar-benar merasa kasihan. Dan karena sifatnya yang mudah tersentuh, ia pun setuju untuk membawa mereka ke rumah sakit terdekat.

Tidak lama kemudian, mereka pun sampai ke rumah sakit. Setelah menyelesaikan urusan administrasinya, gadis itu kemudian dimasukkan ke dalam ruang operasi untuk menjalani operasi cesar, karena ia tidak mungkin melahirkan secara normal.

Karena ingin berbuat baik, Khalid merasa kurang enak jika segera pergi dan meninggalkan ibu tua itu bersama putrinya di sana sebelum ia merasa yakin betul akan keberhasilan operasi itu dan bayi yang dikandungnya keluar dengan selamat.

Khalid pun duduk di ruang menunggu khusus pria. Ia menyandarkan punggungnya ke tembok, dan kelihatannya ia sangat mengantuk. Ia pun tertidur tanpa ia sadari. Khalid tidak pernah tahu berapa lama waktu berjalan selama ia tertidur. Namun yang ia ingat betul adalah pemandangan yang tidak akan pernah ia lupakan untuk selamanya…Ketika ia tiba-tiba terbangun oleh suara dokter jaga dan dua petugas keamanan yang mendekatinya, sementara si ibu tua tadi berteriak-teriak sambil menunjuk ke arahnya: “Itu dia! Itu dia!!”

Khalid sangat terkejut dengan kejadian itu. Ia berdiri dari tempat duduknya dan segera mendatangi ibu tua itu, lalu berkata: “Apakah proses kelahirannya berhasil, Bu?”

Dan sebelum ibu tua itu mengucapkan sesuatu, seorang petuga keamanan mendekatinya dan bertanya: “Anda Khalid?”

“Iya, benar,” jawabnya.

“Kami ingin Anda datang sekarang juga ke ruang kepala keamanan!” ujar petugas itu.

Semuanya akhirnya masuk ke ruang kepala keamanan dan mengunci pintunya. Ketika itulah, ibu tua itu kembali berteriak dan memukul-mukul badannya sendiri. Ia mengatakan: “Inilah penjahat keji itu!! Aku harap kalian tidak melepaskan dan membiarkannya pergi! Duhai malangnya nasibmu, wahai putriku!”
Khalid hanya bisa terkejut penuh kebingungan, tidak memahami apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Ia tidak sadar dari kebingungannya kecuali setelah polisi itu mengatakan:

“Ibu tua ini mengaku bahwa engkau telah berzina dengan putrinya. Engkau telah memperkosanya hingga hamil. Lalu ketika ia mengancammu untuk melaporkan ini pada polisi, engkau berjanji akan menikahinya. Namun setelah melahirkan, kalian akan meletakkan anak bayi itu di pintu salah satu mesjid agar ada orang baik yang mau mengambilnya untuk membawanya ke panti sosial!”

Khalid benar-benar terkejut mendengarkan ucapan itu. Dunia menjadi gelap di matanya. Ia tidak lagi bisa melihat apa yang ada di depannya. Kalimat-kalimatnya tertahan di kerongkongannya. Hingga tiba-tiba saja ia terjatuh, tidak sadarkan diri.

Tidak lama kemudian, Khalid tersadar dari pingsannya. Ia melihat dua orang petugas keamanan bersama di dalam ruangan itu. Seorang polisi khusus yang ada di situ segera mengajukan pertanyaan untuknya:

“Khalid, coba sampaikan yang sebenarnya. Karena kalau kami melihat sosokmu, nampaknya engkau adalah seorang yang terhormat. Penampilanmu menunjukkan bahwa engkau bukanlah pelaku yang melakukan kejahatan seperti ini.”

Dengan hati yang sangat hancur, Khalid mengatakan:

“Tuan-tuan, apakah seperti balasan untuk sebuah kebaikan? Apakah seperti ini kebaikan itu dibalas? Aku adalah seorang pria terhormat dan baik-baik. Aku sudah menikah dan punya tiga orang anak: Sami, Su’ud dan Hanadi. Dan aku tinggal di lingkungan baik-baik…”

Khalid tidak bisa menguasai dirinya. Air matanya mengalir deras dari kedua pelupuk matanya. Kemudian ketika ia mulai tenang, ia pun menceritakan kisahnya dengan ibu tua dan putrinya itu secara lengkap.

Dan ketika Khalid selesai menyampaikan informasinya, polisi itu berkata padanya:

“Tenanglah! Aku percaya bahwa engkau tidak bersalah. Tapi persoalannya adalah semuanya harus berjalan sesuai prosedur. Harus ada bukti yang menunjukkan ketidakbersalahanmu dalam masalah ini. Perkaranya sangat mudah dalam kasus ini. Kami hanya akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium medis khusus yang akan menyingkap hakikat sebenarnya.”

Keesokan paginya, selesailah pengambilan sampel sperma milik Khalid untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dan diteliti. Khalid duduk bersama polisi khusus di sebuah ruangan lain. Ia tak putus-putusnya berdoa dan meminta kepada Allah agar menunjukkan apa yang sebenarnya telah terjadi!

Kurang lebih dua jam kemudian, datanglah hasil pemeriksaan tersebut. Hasilnya sungguh mengejutkan. Pemeriksaan itu menunjukkan bahwa Khalid sama sekali tidak bersalah dalam masalah ini. Itu sepenuhnya adalah tuduhan dusta.

Kemudian si ibu tua dan putrinya itupun ditangkap dan dibawa ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Sebelum meninggalkan rumah sakit, Khalid berusaha untuk berpamitan kepada dokter spesialis yang telah melakukan pemeriksaan tersebut, karena telah menjadi sebab kebebasannya dari tuduhan keji itu. Ia pun pergi menemui sang dokter di ruangannya untuk berpamitan dan berterima kasih. Namun dokter itu justru memberikan kabar kejutan padanya:

Dokter itu nampak agak gugup, lalu seperti berusaha mengumpulkan keberaniannya ia berkata:

“Khalid, sebenarnya dari hasil pemeriksaan yang telah saya lakukan, saya khawatir Anda mengidap sebuah penyakit! Tapi saya belum bisa memastikannya. Karena itu saya harap Anda berkenan untuk melakukan beberapa pemeriksaan lagi untuk istri dan anak-anak Anda agar saya bisa memastikannya dengan yakin…”

“Sebenarnya saya tidak bisa mengabari Anda sekarang sampai saya benar-benar yakin dengan hal itu. Boleh jadi keraguanku tidak pada tempatnya. Tapi segeralah bawa ketiga anakmu ke sini untuk pemeriksaan.”

Beberapa jam kemudian, Khalid pun membawa istri dan anak-anaknya ke rumah sakit itu. Selanjutnya mereka diperiksa dan diambil sampel-sampelnya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan laboratorium.

Kemudian setelah selesai, ia kembali melanjutkan pembicaraannya dengan dokter yang mendahuluinya dengan pertanyaan: “Siapa orang yang padanya kau sampaikan untuk tidak membuka pintu apartemen rumahmu?

“Ia adikku, Hamid. Ia tinggal bersama kami dalam satu apartemen.” jawab Khalid.

“Sejak kapan ia tinggal bersama kalian?” tanya dokter heran.

“Sejak empat tahun yang lalu,” jawab Khalid. “Saat ini, ia sedang menyelesaikan tahun terakhirnya di universitas.”

“Bisakah engkau menghadirkannya pula besok untuk juga diperiksa? Kami ingin memastikan apakah penyakit ini keturunan atau bukan?” tanya dokter.

“Dengan senang hati, besok kami akan hadir ke sini bersama,” jawab Khalid.

Pada waktu yang telah ditentukan, Khalid dan Hamid, adiknya, hadir di rumah sakit. Dan akhirnya selesai pula pemeriksaan laboratorium terhadap sang adik. Dokter kemudian meminta Khalid untuk menemuinya satu pekan dari sekarang untuk mengetahui hasil akhirnya…

Kini tibalah waktunya hasil pemeriksaan itu selesai, dalam kegelisahannya khalid berkata :
“Tolong, Dokter, Anda jangan membakar tubuhku lebih lama lagi. Aku sudah siap untuk menanggung penyakit apapun yang menimpaku. Ini telah menjadi takdir Allah untukku. Apa yang sebenarnya telah terjadi, Dokter?”

Dokter itu menganggukkan kepalanya lau berkata:
“Seringkali, hakikat yang sebenarnya itu begitu menyakitkan, keras dan pahit! Tapi harus diketahui dan dihadapi! Sebab lari dari masalah tidak akan menyelesaikannya dan tidak akan mengubah keadaan.

Dokter itu terdiam sebentar. Lalu ia pun menyampaikan yang sebenarnya:
“Khalid, mohon maaf, sebenarnya Anda itu mandul dan tidak bisa punya anak…, Ketiga anak itu bukan anak Anda. Mereka adalah anak adik Anda, Hamid.”

Khalid tidak mampu mendengarkan kenyataan pahit itu. Ia berteriak histeris hingga teriakannya memenuhi penjuru rumah sakit. Lalu ia jatuh tak sadarkan diri.

Dua minggu kemudian, barulah ia sadar dari ketidaksadarannya yang panjang. Namun ketika ia sadar, ia telah menemukan hidupnya hancur berkeping-keping.

Khalid mengalami stroke di setengah bagian tubuhnya. Kewarasannya hilang akibat berita yang menyakitkan itu. Ia akhirnya dipindahkan ke rumah sakit jiwa untuk melewati hari-harinya yang tersisa.

Adapun istrinya, maka ia telah diserahkan kepada Mahkamah Syariat untuk membenarkan pengakuannya lalu dihukum dengan HUKUM RAJAM SAMPAI MATI.

Sedangkan adiknya, Hamid, ia sekarang berada di dalam penjara menunggu keputusan hukum yang sesuai dengan kejahatannya.

Sedangkan ketiga anak itu, mereka dipindahkan ke panti sosial untuk akhirnya hidup bersama anak-anak yatim dan mereka yang dipungut dari jalanan.

Begitulah, sunnatullah berlaku: “Ipar itu adalah maut.”

‘Dan sekali kali engkau tak akan menemukan perubahan pada ketentuan Allah.”

Setelah ini, anda tak perlu mendengarkan pendapat teman anda lagi dalam masalah ini. Dari sekarang gunakan mata hati anda, perhatikan baik baik posisi posisi strategis syetan itu, bukan sekedar pelajaran yang harus pembaca situslakalaka waspadai tapi memang sudah seharusnya ANDA CURIGAI dan segera anda ambil tindakan.

Bukan sekedar adu argumentasi atau pendapat lain lagi, tetapi segera........PISAHKAN. Selamatkan bahtera anda sekarang juga, Percayalah....Kami sudah sangat sering menerima pengaduan tentang kasus ini, sudah berkali kali menemui bukti bukti sunnatullah yang menguatkan bahwa sejatinya ........IPAR adalah MAUT dirumah anda.

The permissibility of fasting on the day of 'Aashooraa. only

Question: Is it permissible to fast 'Aashooraa. just one day?

Response: It is permissible to fast the day of 'Aashooraa. (tenth day of Muharram) just one day, however, it is better to fast the day before it or the day after it (also) and this is the established Sunnah of the Prophet (sal-Allaahu `alayhe wa sallam) who said: ((If I am (still) here next year, then certainly I shall fast the ninth (day of Muharram))), [(reported by) Muslim, Ahmad, Ibn Maajah, Ibn Abee Shaybah, at-Tahaawee, al-Bayhaqee and al-Baghawee]. Ibn 'Abbaass (radhi-yallaahu 'anhumaa) said: ((along with the tenth (day of Muharram))).

And with Allaah lies all the success, and may Allaah send prayers and salutations upon our Prophet Muhammad (sal-Allaahu `alayhe wa sallam) and his family and his companions.

The Permanent Committee for Islaamic Research and Fataawa, comprising -
Head: Shaykh 'Abdul 'Azeez ibn Abdullaah ibn Baaz;
Deputy Head: Shaykh 'Abdur-Razzaaq 'Afeefee;
Member: Shaykh 'Abdullaah Ibn Ghudayyaan
Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-'Ilmiyyah wal-Iftaa. - Volume 10, Page 401, Fatwa No.13700
www.fatwa-online.com

TAHUKAH ANDA APA MUHARRAM ITU ???

Asal Penamaan

Nama Muharram berasal dari kata: haram yang artinya suci atau terlarang. Dinamakan Muharram, karena bulan ini termasuk salah satu bulan suci.



(http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=27755)

Keutamaan Bulan Muharram

1. Termasuk empat bulan haram (suci)

Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ

مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At Taubah: 36)



Keterangan:

a. Yang dimaksud empat bulan haram adalah bulan Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram (tiga bulan ini berurutan) dan Rajab.

b. Disebut bulan haram, karena bulan ini dimuliakan masyarakat arab, sejak zaman jahiliyah sampai zaman islam. Pada bulan-bulan haram tidak boleh ada peperangan.
c. Az Zuhri mengatakan:

كان المسلمون يعظمون الأشهر الحرم

“Dulu para sahabat menghormati syahrul hurum” (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf, 17301)
2. Dari Abu Bakrah radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
3. Dinamakan Syahrullah (Bulan Allah)

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)



Keterangan:

a. Imam An Nawawi mengatakan: Hadis ini menunjukkan bahwa Muharram adalah bulan yang paling mulia untuk melaksanakan puasa sunnah. (Syarah Shahih Muslim, 8/55)
b. As Suyuthi mengatakan: Dinamakan syahrullah – sementara bulan yang lain tidak mendapat gelar ini – karena nama bulan ini “Al Muharram” nama nama islami. Berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Nama-nama bulan lainnya sudah ada di zaman jahiliyah. Sementara dulu, orang jahiliyah menyebut bulan Muharram ini dengan nama : Shafar Awwal. Kemudian ketika islam datanng, Allah ganti nama bulan ini dengan Al Muharram, sehingga nama bulan ini Allah sandarkan kepada dirinya (Syahrullah). (Syarh Suyuthi ‘Ala shahih Muslim, 3/252)

c. Bulan ini juga sering dinamakan: Syahrullah Al Asham [arab: شهر الله الأصم ] (Bulan Allah yang Sunyi). Dinamakan demikian, karena sangat terhormatnya bulan ini (Lathaif al-Ma’arif, hal. 34). karena itu, tidak boleh ada sedikitpun riak dan konflik di bulan ini.
4. Ada satu hari yang sangat dimuliakan oleh para umat beragama. Hari itu adalah hari Asyura’. Orang yahudi memuliakan hari ini, karena hari Asyura’ adalah hari kemenangan Musa bersama bani israil dari penjajahan Fir’aun dan bala tentaranya. Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا ، يَعْنِى عَاشُورَاءَ ، فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ ، وَهْوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى ، وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ ، فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ . فَقَالَ « أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ » . فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya: “Hari apa ini?” mereka menjawab: Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. (HR. Al Bukhari)
5. Para ulama menyatakan bahwa bulan Muharram adalah adalah bulan yang paling mulia setelah Ramadlan

Hasan Al Bashri mengatakan:

إن الله افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه

Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadlan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, hal. 34)

Hadis Dlaif Seputar Muharram

1. Hadis: Siapa yang berpuasa sembilan hari pertama bulan Muharram maka Allah akan bangunkan untuknya satu kubah di udara, yang memiliki empat pintu, tiap pintu jaraknya satu mil. (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/199, dan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 45)
2. Hadis: Siapa yang berpuasa hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, berarti dia telah mengakhiri penghujung tahun dan mengawali tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasanya ini sebagai kaffarah selama lima tahun. (Hadis dusta, karena di sanadnya ada dua pendusta, sebagaimana keterangan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 45)
3. Hadis: Sesungguhnya Allah mewajibkan bani israil berpuasa sehari dalam setahun, yaitu hari ‘Asyura, yaitu hari kesepuluh bulan Muharram. Karena puasalah kalian di bulan Muharram dan berilah kelonggaran (makan enak dan pakaian baru) untuk keluarga kalian. Karena inilah hari di mana Allah menerima taubat Adam ‘alaihis salam… (Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 46)
4. Hadis: Siapa yang berpuasa sehari di bulan Muharram maka untuk satu hari puasa dia mendapat pahala puasa tiga puluh hari. (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Al Albani dalam Silsilah Hadis Dlaif, no. 412)
5. Hadis: Bulan yang paling mulia adalah Al Muharram (Hadis dlaif, sebagaimana keterangan Al Albani dalam Dlaif Al Jami’ As Shagir, no. 1805)
6. Hadis: Pemimpin umat manusia : Adam, pemimpin bangsa arab : Muhammad, pemimpin bangsa romawi : Shuhaib Ar Rumi, pemimpin bangsa persia : Salman Al Farisi, pemimpin bangsa Habasyah : Bilal bin Rabah, pemimpin gunung : gunung Sina, pemimpin pohon : bidara, pemimpin bulan : Muharram, pemimpin hari : hari jum’at….(Hadis palsu, sebagaimana keterangan Al Albani Dlaif Al Jami’ As Shaghir, no. 7069)

Amalan sunnah di bulan Muharram

1. Memperbanyak puasa selama bulan Muharram

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الصيام بعد رمضان ، شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضَّلة على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء ، وهذا الشهر – يعني شهر رمضان

“Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadlan.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
2. Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)

Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كان يوم عاشوراء تعده اليهود عيداً ، قال النبي صلى الله عليه وسلم : « فصوموه أنتم ».

Dulu hari Asyura’ dijadikan orang yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)

Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

سئل عن صوم يوم عاشوراء فقال كفارة سنة

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim & Ahmad)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأَصْحَابِهِ « أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ ، فَصُومُوا ».

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari)

Keterangan:

Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:

أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار : ((من أصبح مفطراً فليتم بقية يومه ، ومن أصبح صائماً فليصم )) قالت: فكنا نصومه بعد ونصوّم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الإفطار

Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Al Bukhari & Muslim)

Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:

كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية ،فلما قد المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء ، فمن شاء صامه ، ومن شاء تركه

Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa. (HR. Al Bukhari & Muslim)
3. Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه ، قالوا : يا رسول الله ! إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((فإذا كان العام المقبل ، إن شاء الله ، صمنا اليوم التاسع )) . قال : فلم يأت العام المقبل حتى تُوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah diwafatkan. (HR. Al Bukhari)

APAKAH PUASA HARI SABTU DILARANG ?

Sebagaian kalangan ada yang mempermasalahkan berpuasa pada hari Sabtu. Terutama jika puasa Arofah, puasa Asyuro atau puasa Syawal bertepatan dengan hari Sabtu. Apakah boleh berpuasa ketika itu? Semoga pembahasan berikut bisa menjawab keraguan yang ada.


Larangan Puasa Hari Sabtu

Mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,

لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ

“Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”[1] Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh (telah dihapus). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Beberapa Puasa Ada yang Dilakukan pada Hari Sabtu

Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa pada hari Sabtu dan Ahad.

Dari Ummu Salamah, ia berkata,

كان أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad.” Beliau pun berkata, “Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, sehingga aku pun senang menyelisihi mereka.”[2]

Kedua: Boleh berpuasa pada Hari Jum’at dan Sabtu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,

« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »

“Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[3]

Ketiga: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan berpuasa pada hari Jum’at asalkan diikuti puasa pada hari sesudahnya (hari Sabtu).Dari Abu Hurairah, ia mengatakan,

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم الجمعة إلا بيوم قبله أو يوم بعده .

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada hari Jum’at kecuali apabila seseorang berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”[4] Dan hari sesudah Jum’at adalah hari Sabtu.

Keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban dan pasti akan bertemu dengan hari Sabtu.

Kelima: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan puasa Muharram dan kadangkala bertemu dengan hari Sabtu.

Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan. Ini juga bisa bertemu dengan hari Sabtu.

Ketujuh: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa pada ayyamul biid (13, 14, dan 15 Hijriyah) setiap bulannya dan kadangkala juga akan bertemu dengan hari Sabtu.

Dan masih banyak hadits yang menceritakan puasa pada hari Sabtu.[5]

Dari hadits yang begitu banyak (mutawatir), Al Atsrom membolehkan berpuasa pada hari Sabtu. Pakar ‘ilal hadits (yang mengetahui seluk beluk cacat hadits), yaitu Yahya bin Sa’id enggan memakai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu dan beliau enggan meriwayatkan hadits itu. Ha ini menunjukkan lemahnya (dho’ifnya) hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu.[6]

Murid Imam Ahmad –Al Atsrom dan Abu Daud- menyatakan bahwa pendapat tersebut dimansukh (dihapus). Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hadits ini syadz, yaitu menyelisihi hadits yang lebih kuat.[7]

Namun kebanyakan pengikut Imam Ahmad memahami bahwa Imam Ahmad mengambil dan mengamalkan hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu, kemudian mereka pahami bahwa larangan yang dimaksudkan adalah jika puasa hari Sabtu tersebut bersendirian. Imam Ahmad ditanya mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Beliau pun menjawab bahwa boleh berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikutkan dengan hari sebelumnya.[8]

Kesimpulan:

1. Ada ulama yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah (dho’if) dan hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini, boleh berpuasa pada hari Sabtu.
2. Sebagian ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atau hasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka itu dibolehkan.[9]

Rincian Berpuasa pada Hari Sabtu

Dari penjelasan di atas, kesimpulan yang paling bagus jika kita mengatakan bahwa puasa hari Sabtu diperbolehkan jika tidak bersendirian. Sangat bagus sekali jika hal ini lebih dirinci lagi. Rincian yang sangat bagus mengenai hal ini telah dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin sebagai berikut.

Keadaan pertama: Puasa pada hari Sabtu dihukumi wajib seperti berpuasa pada hari Sabtu di bulan Ramadhan, mengqodho’ puasa pada hari Sabtu, membayar kafaroh (tebusan), atau mengganti hadyu tamattu’ dan semacamnya. Puasa seperti ini tidaklah mengapa selama tidak meyakini adanya keistimewaan berpuasa pada hari tersebut.

Keadaan kedua: Jika berpuasa sehari sebelum hari Sabtu, maka ini tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,

« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »

“Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[10]

Perkataan beliau “Apakah engkau berpuasa besok (Sabtu)?”, ini menunjukkan bolehnya berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikuti dengan berpuasa pada hari Jum’at.

Keadaan ketiga: Berpuasa pada hari Sabtu karena hari tersebut adalah hari yang disyari’atkan untuk berpuasa. Seperti berpuasa pada ayyamul bid (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), berpuasa pada hari Arofah, berpuasa ‘Asyuro (10 Muharram), berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan, dan berpuasa selama sembilan hari di bulan Dzulhijah. Ini semua dibolehkan. Alasannya, karena puasa yang dilakukan bukanlah diniatkan berpuasa pada hari Sabtu. Namun puasa yang dilakukan diniatkan karena pada hari tersebut adalah hari disyari’atkan untuk berpuasa.

Keadaan keempat: Berpuasa pada hari sabtu karena berpuasa ketika itu bertepatan dengan kebiasaan puasa yang dilakukan, semacam berpapasan dengan puasa Daud –sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa-, lalu ternyata bertemu dengan hari Sabtu, maka itu tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan tidak terlarang berpuasa ketika itu jika memang bertepatan dengan kebiasaan berpuasanya .

Keadaan kelima: Mengkhususkan berpuasa sunnah pada hari Sabtu dan tidak diikuti berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Inilah yang dimaksudkan larangan berpuasa pada hari Sabtu, jika memang hadits yang membicarakan tentang hal ini shahih. –Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin-[11]

Keterangan Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) Mengenai Puasa pada Hari Sabtu

Berikut Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’.

Soal:

Kebanyakan orang di negeri kami berselisih pendapat tentang puasa di hari Arofah yang jatuh pada hari Sabtu untuk tahun ini. Di antara kami ada yang berpendapat bahwa ini adalah hari Arofah dan kami berpuasa karena bertemu hari Arofah bukan karena hari Sabtu yang terdapat larangan berpuasa ketika itu. Ada pula sebagian kami yang enggan berpuasa ketika itu karena hari Sabtu adalah hari yang terlarang untuk diagungkan untuk menyelisihi kaum Yahudi. Aku sendiri tidak berpuasa ketika itu karena pilihanku sendiri. Aku pun tidak mengetahui hukum syar’i mengenai hari tersebut. Aku pun belum menemukan hukum yang jelas mengenai hal ini. Mohon penjelasannya.

Jawab:

Boleh berpuasa Arofah pada hari Sabtu atau hari lainnya, walaupun tidak ada puasa pada hari sebelum atau sesudahnya, karena tidak ada beda dengan hari-hari lainnya. Alasannya karena puasa Arofah adalah puasa yang berdiri sendiri. Sedangkan hadits yang melarang puasa pada hari Sabtu adalah hadits yang lemah karena mudhtorib dan menyelisihi hadits yang lebih shahih.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Yang menandatangani fatwa ini: ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai Ketua.[12]

Demikian pembahasan kami yang singkat ini. Semoga dengan pembahasan ini dapat menghilangkan keraguan yang selama ini ada mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Panggang, Gunung Kidul, 27 Dzulqo’dah 1430 H





[1] HR. Abu Daud no. 2421, At Tirmidzi no. 744, Ibnu Majah no. 1726. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 960. Mengenai perselisihan pendapat mengenai hadits ini akan kami singgung insya Allah.

[2] Shahih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir, no. 8934. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] HR. Bukhari no. 1986.

[4] HR. Ibnu Majah no. 1723. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[5] Lihat Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2/73-75, ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim Al ‘Aql.

[6] Lihat Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 2/75.

[7] Idem

[8] Lihat Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 2/76.

[9] Ini kesimpulan yang kami ambil dari penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim, 2/75-76.

[10] HR. Bukhari no. 1986.

[11] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/57-58, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H.

[12] Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 11747, juz 10, hal. 397, Mawqi’ Al Ifta’

IBNUL JAUZI: MASA MUDA & MENUNTUT ILMU

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah Menghabiskan masa Mudanya Untuk Mencari Ilmu

Semoga Allah merahmati Abul Faraj Abdurrahman bin Al-Jauzi (wafat tahun 597 H.),
ketika dia menjelaskan keseriusannya dalam mencari ilmu, dan dia menghabiskan masa mudanya untuk meraihnya. Dia menyinggung nikmatnya menggeluti ilmu tersebut, saat ia telah berusia setengah baya dan telah sempurna ilmunya.



Dia berkata di dalam kitabnya Shaidul Khatir, II:329, “Barangsiapa menghabiskan masa mudanya untuk ilmu, maka pada masa tuanya nanti ia akan memuji hasil dari apa yang telah ia tanam. Dia akan menikmati hasil karya yang telah ia himpun. Dia tidak akan menggubris hilangnya kenyamanan fisik yang ia alami, setelah ia melihat kelezatan ilmu yang telah ia raih. Disamping itu, ia juga merasakan kelezatan saat mencarinya, yang dengannya ia berharap mendapatkan apa yang ia inginkan. Bahkan, bisa jadi berbagai upaya untuk mendapatkan ilmu tersebut lebih terasa nikmat daripada hasil yang telah ia raih.

Sebagaimana seorang penyair berkata:

Aku berjingkrak-jingkrak saat berharap mendapatkannya

Terkadang impian lebih manis daripada keberhasilan

Aku merenungi keadaan diriku, membandingkannya dengan kondisi keluargaku yang banyak menghabiskan umur mereka untuk meraih dunia. Aku menghabiskan masa kecilku dan masa mudaku untuk mencari ilmu. Aku merasa tidak kehilangan sesuatu seperti yang mereka peroleh, kecuali sesuatu yang seandainya aku meraihnya, justru aku menyesalinya. Kemudian aku merenungi keadaanku, dan aku merasa hidupku di dunia ini lebih baik daripada kehidupan mereka, dan kedudukanku lebih tinggi dibanding kedudukan mereka. Ilmu yang aku dapatkan pun tidak ternilai harganya.

Iblis berkata kepadaku, “Kamu lupa terhadap kelelahan dan begadangmu?” Aku menjawabnya,”Wahai bodoh,terlukanya tangan tidak di gubris saat melihat ketampanan Yusuf. Dan, jalan yang mengantarkan kepada seorng teman tidaklah panjang :

Semoga Allah membalas perjalanan kepadanya dengan kebaikan

Walaupun dia membiarkan unta kurus seperti kantong air dari kulit[1]



Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah, Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008

Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.

RU'YAH ATAU HISAB

Pertanyaan mengenai penetapan awal bulan syawal telah masuk ke dalam redaksi Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhuts al-’ilmiyah wal ifta’ yang saat itu diketuai oleh syeikh Bin Baz,.maka Al-Lajnahpun menjawab :

Pertama : Pendapat yang shahih (benar) yang wajib diamalkan adalah perintah yang ditunjukkan dalam sabda Nabi :

“Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’Idul Fithrilah berdasarkan ru`yatul hilal, jika terhalangi atas kalian melihatnya, maka sempurnakanlah bilangan bulannya.”

Bahwa patokan dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan berakhirnya adalah berdasarkan ru`yatul hilal. Karena syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad -selaku utusan Allah- bersifat universal, baku/paten, dan terus berlaku sampai hari kiamat.

Kedua : Bahwasanya Allah Ta’ala Maha Tahu apa yang telah terjadi dan juga Maha Tahu apa yang akan terjadi, termasuk adanya kemajuan ilmu falak dan ilmu-ilmu lainnya. Walaupun demikian halnya Allah telah berfirman :

{ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ }

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat hilal bulan (Ramadhan) maka berpuasalah”.

Dan Rasulullah telah menjelaskannya pula dengan sabda beliau :

« صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته »

“Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’Idul Fithrilah berdasarkan ru`yatul hilal “. Al-Hadits.

Maka Allah mengaitkan puasa bulan Ramadhan dan ‘Idul Fithri dengan cararu`yatul hilal, dan Allah tidak mengaitkannya dengan mengetahui bulan Ramadhan berdasarkan Hisab Astronomi (ilmu falak). Padahal Allah Ta’ala Maha Tahu bahwa para ahli falak akan mencapai kemajuan dalam ilmu hisab astronomi mereka dan ketepatan dalam menentukan peredaran bintang-bintang.

Maka wajib atas kaum muslimin untuk kembali kepada syari’at yang Allah tetapkan atas mereka melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu dalam urusan berpuasa dan berbuka tetap berpegang pada cara ru`yatul hilal, karena yang demikan itu telah menjadi ijma’ ahlul ilmi. Barangsiapa menyelisihi yang demikian itu dan meyakini kebenaran Hisab Astronomi (falak), maka pendapatnya syadz dan tidak bisa dipercaya.

Hanya kepada Allahlah kita memohon taufiq, semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya dan para shahabatnya.

Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhuts al-’ilmiyah wal ifta’

Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin Baz

Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi

Anggota : ‘Abdullah bin Qu’ud

SUNNAH SAAT HUJAN

Bismillahirrahmanirrahiim..

Artikel ini saya dapatkan dari suatu forum beberapa waktu lalu.. tentang sunnah2 saat hujan yang sudah dilupakan, apa saja sunnah2 yang telah dilupakan tersebut? cekidot gan..

Hujan merupakan nikmat Allah. Dengan hujan Allah menurunkan banyak nikmat ke muka bumi. Dengan hujan Allah menghidupkan bumi yang gersang. Meskipun dengan hujan juga Allah dapat mengirimkan adzab, sebagaimana yang menimpa umat Nabi Nuh as.

Sehingga tidaklah mengherankan, manakala mendung datang, Rasulullah saw tampak cemas dan khawatir. Kecemasan dan kekhawatiran beliau sirna dan berubah menjadi kegembiraan manakala hujan benar-benar turun. Saat mendung datang, beliau khawatir jangan-jangan yang turun nantinya adalah adzab dari Allah. Begitu turun hujan, maka yakinlah beliau bahwa ternyata rahmat dan berkah Allah lah yang turun.

Saat hujan turun, ada beberapa amalan ibadah yang khas dikerjakan oleh Rasulullah saw. Dan kekhasan amalan ini hanya saat hujan turun saja. Sedangkan di saat biasa, dimana tidak turun hujan, amalan khusus ini tidaklah dikerjakan. Apa sajakah amalan tersebut? Sudahkah kita mengetahui dan mengamalkannya?

Amalan Khusus Saat Hujan Turun

1. Dari Abdullah ibn Haris ra berkata : Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada suatu hari turun hujan : 'Apabila engkau telah membacakan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, janganlah engkau membacakan Hayya alash sholah. Bacalah Sholluu fii buyuutikum.' Para hadirin menyanggah yang demikian itu. Maka Ibnu Abbas berkata : 'Apa yang aku suruhkan, telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw). Ketahuilah bahwasannya shalat Jum'at adalah kewajiban yang ditekankan benar. Aku tidak suka menyempitkan kamu atau memaksa-kan kamu berjalan ke tempat shalat di dalam lumpur.' (Hadits shahih riwayat Al Bukhari).

2. Dari Nafi' Maula Ibnu Umar ia berkata : Bahwasannya Ibnu Umar membacakan adzan di Dajnan, suatu tempat di antara Makkah dan Madinah. Maka beliau membacakan : Sholluu fir Rihal. Kemudian Ibnu Umar ra berkata : 'Adalah Nabi saw memerintahkan muadzinnya di saat malam yang dingin, atau hujan atau yang berangin kencang untuk mengucapkan: Sholluu fir rihal.' (Hadits riwayat Abu Daud, An Nasai dan Al Baihaqi).

3. Dari Abdullah ibn Haris ra berka-ta, pada saat turun hujan Ibnu Abbas menjadi khatib. Pada saat muadzin sampai (hendak membaca) Hayya alash sholah, beliau menyuruh supaya mengucapkan seruan Ash sholatu fir rihal. Maka kami saling memandang kepada sesama kami. Maka berkatalah Ibnu Abbas : 'Seakan-akan kalian mengingkari hal ini. Ketahuilah, sungguh telah mengamalkan hal ini orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw), padahal sesungguhnya Jum'at itu suatu amalan yang ditekankan.' (Hadits shahih riwayat Al Bukhari)

Perkataan Para Ulama

1. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Muhibbut Thabari berkata : 'Di musim dingin atau hujan, di dalam adzan tidak dibacakan hayya 'alash sholah, hayya 'alal falah. Melainkan diganti dengan Ala shollu fir rihal.'

2. Imam As Sindi berkata : 'Dari hadits-hadits ini dapat dimengerti bahwa para muadzin Jum'at yang membacakan adzan di kala hujan turun, tidak menyempurnakan adzannya. Yakni mengganti hayya 'alash sholah, hayya 'alal falah dengan asholatu fir rihal.'

Praktek Pengamalan

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa manakala hujan turun, ataupun hawa dingin maupun berangin kencang, maka lafadz adzan diucapkan tidak seperti biasanya. Yakni perkataan hayya 'alash sholah, hayya 'alal falah diganti dengan lafadz Ash sholatu fir rihal atau bisa juga shollu fir rihal (yang artinya sholatlah di tempat kalian), atau Sholluu fii buyuutikum (sholatlah di rumah-rumah kalian).

Amalan sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Jangankan di zaman sekarang, di zaman shahabat Ibnu Abbas saja (yakni zaman Tabiin) sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Ini jelas terlihat di dalam hadits di atas, dimana saat Ibnu Abbas meminta mengganti lafadz hayya 'alash sholah, hayya 'alal falah, banyak yang mengingkarinya. Pada-hal kita tahu, zaman itu masih dekat dengan zamannya Nabi saw.

Maka tidaklah mengherankan, semakin jauh dari zaman Nabi, banyak sunnah yang semakin dilupakan orang. Seandainya ada sebagian dari umat Islam yang mengamalkan warisan amal sunnah ini, maka hampir bisa dipastikan akan bermunculan penolakan, protes dan tanda tanya besar dari umat Islam di sekitarnya. Bahkan cap aliran aneh, nyleneh, dan lebih jauh lagi cap aliran sesat akan dialamatkan kepada mereka yang mau menghidupkan sunnah ini. Kalau tidak percaya, silakan mencoba.

Sunnah yang lain

Sunnah yang lain yang juga diamalkan Rasulullah saw manakala turun hujan adalah sholat jamak. Sholat jamak saat turun hujan ini lazim disebut sebagai jamak mathor, yakni sholat jamak yang dikerjakan dikarenakan turun hujan.

Diriwayatkan dari Ibu Abbas, bahwa Nabi saw mengerjakan sholat jamak Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya' (dijamak), bukan karena takut maupun karena safar (perjalanan). Berkata Malik (sang rawi): diberitahukan padaku bahwa yang demikian itu saat turun hujan. (Hadits riwayat Abu Dawud).

Di dalam kitab Aunul Ma'bud syarah Sunan Abu Dawud dijelaskan bahwa sholat jama' mathor saat hadhor (bukan saat safar/perjalanan) dikerjakan oleh sebagian besar ulama salaf sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar, juga diamalkan oleh Urwah, Ibnu Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar bin Abdurrahman, Abu Salamah dan sekalian fuqaha (ahli Fikih) Madinah. Dan demikian juga, sholat jamak mathor ini menjadi qaul (pendapat) Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal.

Sholat jamak mathor merupakan rukhshoh yang dikerjakan oleh Rasulullah saw. Maka apabila kita ambil rukhshoh tersebut, hal ini akan membuat ridha Allah swt.

Namun sebagaimana sunnah-sunnah yang lain, sholat jamak mathor inipun sudah jarang yang mau mengamalkan. Jangankan mengamalkan, mengetahuinya saja barang-kali hanya sedikit orang.

Namun dengan sedikitnya umat Islam yang mengamalkan suatu sunnah, bukan berarti sunnah itu tidak ada. Harus ada segolongan umat ini yang mau menghidupkan sunnah-sunnah yang langka dan jarang diamalkan umat. Resiko yang harus ditempuh memang berat. Perlawanan datang bukan dari orang kafir, akan tetapi justru akan datang perlawanan dari umat Islam sendiri yang tidak mau belajar dan merasa sudah tahu semuanya tentang Islam.

Memang yang menyebabkan umat semakin jauh dari sunnah adalah ketidakmauan mereka untuk membuka lagi kitab-kitab hadits dan mempelajarinya dengan benar. Amalan yang saat dikerjakan semata-mata hanya meneruskan kebiasaan yang sudah berlaku, tanpa mau menelusuri sumbernya langsung. Sehingga kebiasaan ini menjadi Sunnah dan bahkan wajib, namun justru yang sunnah dan wajib menjadi tergusur.

Hal ini bukan berarti bahwa apa yang sudah diamalkan oleh umat saat ini semuanya hanya kebiasaan atau tradisi, namun seyogyanya apa yang sudah biasa diamalkan ini ditelaah lagi dan dipelajari sumber hukumnya. Dengan demikian umat terbiasa untuk mengamalkan sesuatu dengan dasar ilmu yang jelas. Bukan hanya ikut-ikutan, ataupun sekadar mengikut apa omongan kiyainya ataupun ucapan sesepuhnya.

***

Sungguh, Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” [Al-Baqarah: 185]

“...Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” [Al-Maa-idah: 6]

“... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ...” [Al-Hajj: 78]

wallahu'alam bishowab

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH DAN AMALAN YANG DISYARIATKAN

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.



روى البخاري رحمه الله عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعني أيام العشر - قالوا : يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء



Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".



وروى الإمام أحمد رحمه الله عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام أعظم ولا احب إلى الله العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد



وروى ابن حبان رحمه الله في صحيحه عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أفضل الأيام يوم عرفة.



"Imam Ahmad, Rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid".



MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN



1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah

Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:



العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة



"Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga".



2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :



الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي



"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".



Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف



"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". [Hadits Muttafaq 'Alaih].



Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .



"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".



3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala.



وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ



".... dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ...". [al-Hajj : 28].



Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma.



فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد



"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid". [Hadits Riwayat Ahmad].



Imam Bukhari Rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :



الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد



Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu



"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah".



Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.



وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ



"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu ...". [al-Baqarah : 185].



Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.



Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.



4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.

Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta'atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.



Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.



ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي



"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya" [Hadits Muttafaq 'Alaihi].



5. Banyak Beramal Shalih.

Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.



6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq

Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama'ah ; bagi selain jama'ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.



7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-hari Tasyriq.

Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta'ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.



وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما



"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu". [Muttafaq 'Alaihi].



8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.

Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu 'Anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.



إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره



"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya".



Dalam riwayat lain :



فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي



"Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban".



Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.



وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه



"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...". [al-Baqarah : 196].



Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.



9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.



10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.

Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.



Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.



والله الموفق والهادي إلى سواء السبيل وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم .



صدرت بأذن طبع رقم 1218/ 5 وتاريخ 1/ 11/ 1409 هـ

صادر عن إدارة المطبوعات بالرئاسة العامة لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد

كتبها : الفقير إلى عفو ربه

عبدالله بن عبدالرحمن الجبرين

عضو ا


[Disalin dari brosur yang dibagikan secara cuma-cuma, tanpa no, bulan, tahun dan penerbit. Artikel dalam bahasa Arab dapat dilihat di http://www.saaid.net/mktarat/hajj/4.htm]

AKIBAT KATA "NANTI" DAN "NANTI"

Di antara hal yang dapat membinasakan anak cucu Adam adalah perbuatan menunda-nunda. Orang bijak berkata, "Barangsiapa yang menanam benih 'nanti', maka akan tumbuh sebuah tanaman bernama 'mudah-mudahan'

, yang memiliki buah bernama 'seandainya', yang rasanya adalah 'kegagalan dan penyesalan'."
Jadi, apabila Anda melihat seorang pemuda yang mengatakan, "Nanti, nanti." Maka cucilah kedua tangan Anda dari dirinya. Ketahuilah bahwa ia nanti akan berganti-ganti tempat.

Anda mungkin pernah mengenal seseorang, yang ketika Anda berkata kepadanya, "Tidakkah kamu menghapal Al Qur'an?" Ia katakan, "Akan saya hapal nanti, insya Allah." Kalaulah Perang Dunia III berkecamuk, pastilah Al Qur'an masih belum dihapalnya. Bahkan sampai ia mati pun, Al Qur'an masih belum dihapalnya juga.

Atau Anda berkata kepadanya, "Mengapa Anda tidak sungguh-sungguh belajar?" Ia katakan, "Sekarang masih awal-awal semester, nantilah menjelang mid test." Mid test pun tiba dan ia belum juga mengulangi pelajarannya. Ia kembali berkata, "Nantilah kalau final test sudah dekat, aku sulit konsentrasi belajar kalau ujian belum di ambang pintu." Ujian akhir pun tiba, tapi tidak ada yang bisa ia lakukakan selain duduk terpaku memandangi tumpukan buku di hadapannya.
Benar seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair,
"Waktu itu laksana pedang, jika Anda tidak memanfaatkannya, maka dia akan menebas Anda."
Disebutkan Ibnu Mubarak—rahimahullah—dalam kitab Az-Zuhd bahwa ada sebagian ulama tabi'in yang berkata, "Ketika sakaratul maut datang, kata-kata 'nanti' pasti akan membuat kalian menyesal."
Allah mengungkapkan aib musuh-musuh-Nya di dalam Al Qur'an. Firman-Nya:
"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS. Al Hijr: 3).
Sebagian ahli tafsir mengatakan, "Sebab mereka dulunya selalu menggunakan kata-kata 'nanti'." Artinya, nanti akan saya lakukan, nanti akan saya hapal, nanti akan saya pelajari. Akhirnya Allah balas mereka dengan hal serupa.

NILAI SEBUAH WAKTU

- Menurut Al Qur'an
Allah shubhaana wa ta'ala telah bersumpah dengan waktu-waktu tertentu dalam beberapa surah Al Qur'an, seperti al-lail (waktu malam), an-nahâr (waktu siang), al fajr (waktu fajar), adh-dhuhâ (waktu matahari sepenggalahan naik), al 'ash (masa). Sebagaimana firman Allah shubhaana wa ta'ala,

"Demi malam apabila menutupi (cahaya) siang, dan siang apabila terang benderang." (QS. Al-Lail: 1-2).
"Demi fajar dan malam yang sepuluh." (QS. Al Fajr: 1-2).
"Demi waktu matahari sepenggalan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi." (QS. Adh-Dhuhâ: 1-2).
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian." (QS. Al 'Ashr: 1-2).

Ketika Allah shubhaana wa ta'ala bersumpah dengan sesuatu dari makhluk-Nya, maka hal itu menunjukkan urgensi dan keagungan hal tersebut. Dan agar manusia mengalihkan perhatian mereka kepadanya sekaligus mengingatkan akan manfaatnya yang besar.

- Menurut Sunnah
Seluruh manusia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap nikmat waktu yang telah Allah berikan kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara; Tentang badannya, untuk apa ia gunakan, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia beramal dengannya." (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syekh Al Albani).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwasanya waktu adalah salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang harus disyukuri. Jika tidak, maka nikmat tersebut akan diangkat dan pergi meninggal pemiliknya. Manifestasi dari syukur nikmat adalah dengan memanfaatkannya dalam ketaatan dan amal-amal shaleh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ada dua nikmat yang kebanyakan orang merugi padanya ; waktu luang dan kesehatan." (HR. Bukhâri).

WAKTU LUANG, MANFAATKANLAH!

Waktu luang adalah salah satu nikmatyang banyak dilalaikan oleh manusia. Maka Anda akan melihat mereka menyia-nyiakannya dan tidak mensyukurinya. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,

"Gunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang ajalmu." (HR. Hâkim, dishahihkan oleh Al Albâni).

5 KIAT MENJAGA WAKTU

1. Introspeksi diri
Tanyakan pada diri Anda; Apa yang telah Anda lakukan pada hari ini? Di mana Anda memanfaatkan waktu Anda? Dalam hal apa Anda menghabiskan waktu Anda? Bertambahkah amal baik Anda hari ini ataukah justru amal buruk Anda yang bertambah? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan mambantu Anda untuk tidak menyia-nyiakan waktu luang Anda.

2. Camkan, waktu yang berlalu tak mungkin kembali!
Hari-hari akan pergi. Setiap waktu akan berlalu. Setiap kesempatan akan tertutup. Tak mungkin mengembalikan dan menggantikannya. Inilah makna perkataan Al Hasan—rahimahullah, "Tiada hari yang berlalu atas anak Adam kecuali ia akan berkata, "Wahai Anak Adam! Aku adalah hari yang baru, dan atas segala perbuatanmu ada saksi. Apabila aku meninggalkanmu, maka aku tidak akan pernah kembali kepadamu. Maka kerjakanlah apa yang kau kehendaki, engkau akan mendapatkannya di sisimu. Dan tundalah apa yang engkau kehendaki, maka ia tidak akan pernah kembali selamanya."
3. Ingat saat Kematian Menjelang
Ingatlah ketika manusia akan beranjak meninggalkan dunia dan di hadapannya terhampar alam akhirat. Kala itu ia berangan, kalaulah ia diberikan perpanjangan umur untuk memperbaiki apa-apa yang telah ia rusak dari kehidupannya, dan untuk mengejar apa-apa yang telah ia lewatkan dalam kehidupannya. Akan tetapi, tutuplah rapat-rapat angan-angan kosong ini. Kesempatan beramal telah berakhir dan telah datang hari perhitungan dan pembalasan.

4. Jauhi berteman dengan orang-orang yang menyia-nyiakan waktu
Berteman dengan orang-orang malas dan berbaur dengan orang-orang yang biasa menyia-nyiakan waktunya akan berpengaruh terhadap tindakan dan perbuatan Anda. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kenalilah seseorang dengan melihat dengan siapa ia berteman, karena orang yang menemaninya adalah semisal dengannya."


5. Ingatlah bahwa Anda akan ditanya tentang waktu Anda di hari kiamat
Ketika manusia berdiri di hadapan Rabb-nya pada hari itu, lalu ia ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya? Di mana ia manfaatkan? Dalam hal apa ia gunakan?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bergeser kaki seorang hamba sampai ia ditanya tentang lima perkara. Tentang umurnya, di mana ia habiskan? Tentang masa mudanya, dalam hal apa ia habiskan?...."

Maka seyogyanya bagi orang-orang yang berakal memanfaatkan waktu luangnya dengan perkara-perkara yang baik. Jika tidak, maka nikmat tersebut akan berubah menjadi bencana.

Wallahu Waliyyuttaufiq

dari http://wahdah.or.id/

KIAT MEMBUANG PIKIRAN KOTOR

Assalamu’alaikum,
Ustadz, saya ingin bertanya: Bagaimana caranya untuk menghilangkan pikiran kotor? karena hal itu membuat saya tidak bisa konsentrasi dalam belajar. Apakah saya harus diruqyah? dan apakah saya harus segera menikah? terima kasih. Wassalamu’alaikum.

Dian

Jawaban Ustadz:

‘Alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,
Cara untuk menghilangkan pikiran kotor dapat dilakukan dengan beberapa hal
berikut:

Pertama,
Menjauhi segala sebab yang dapat menimbulkan hal tersebut seperti menonton film, membaca cerita porno atau berita tentang terjadinya pemerkosaan, begitu juga melihat gambar porno, serta menjaga pandangan dari melihat wanita (apa lagi di negeri kita porno aksi sebagai santapan yang biasa dinikmati), semoga Allah melindungi kita dari fitnah wanita dan fitnah dunia.

Kedua,
Mengambil pelajaran dari kisah para nabi atau orang sholeh yang mampu menjaga diri ketika dihadapkan kepada fitnah wanita, seperti kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam, betapa beliau saat digoda oleh wanita yang bangsawan lagi cantik, tapi hal itu tidak mampu menebus tembok keimanan beliau, bahkan beliau memilih untuk ditahan dari pada terjerumus ke dalam maksiat.

Ketiga,
Ingat akan besarnya pahala diri di sisi Allah yang dijanjikan bagi orang yang mampu menjaga kehormatan diri sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah disebutkan di antaranya adalah seorang pemuda yang diajak untuk melakukan zina oleh seorang wanita cantik lagi bangsawan, anak muda itu menjawab: “Aku takut pada Allah”. Di samping mengingat tentang balasan yang akan diterimanya dalam surga yaitu bidadari yang senyumnya berkilau bagaikan cahaya, silakan baca bagaimana kecantikan bidadari yang diceritakan Allah dalam Al Quran.

Keempat,
Ingat betapa besarnya azab yang akan diterima bagi orang yang melakukan zina silakan baca ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengharamkan zina, seperti yang disebutkan dalam hadits bawa para pezina akan diazab dalam gerbong yang berbentuk kerucut, yang arah kuncupnya ke atas di bawahnya dinyalakan api bergelora dan membara, mereka melayang-layang dalam gerbong yang berbentuk kerucut tersebut karena disembur api dari bawah, tapi tidak bisa keluar karena lobang atas gerbong itu sangat kecil. Mereka berteriak dan memekik sekuat-kuatnya, sehingga pekik satu sama lainnya pun menyiksa. Semoga Allah menjauhkan kita dari api neraka.

Kelima,
Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat, jangan banyak menyendiri dan berkhayal. Di samping selalu berdoa kepada Allah supaya dihindarkan dari berbagai maksiat.

Keenam,
Bila memiliki kemampuan untuk berkeluarga ini adalah jalan yang paling terbaik yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bila tidak mampu maka usahakan berpuasa Senin Kamis, wallahu a’lam.

***
Dijawab Oleh: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.

Artikel www.konsultasisyariah.com

MENANGIS KARENA TAKUT ALLAH

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya;

[1] seorang pemimpin yang adil,

[2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala,

[3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid,

[4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya,

[5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,

[6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan

[7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).”

(HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).



Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])



Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.



Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”



Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).



Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).



Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.



al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”



Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.



Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.



Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”



Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah!

Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih?

Wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu?

“Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).

Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlaqis salaf?



Disarikan dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.

http://abumushlih.com/

SIAPA SYAIKH ABDUL WAHAB??

Meluruskan Pemahaman Keliru Tentang Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab
Rabu, 12-Agustus-2009, Penulis: Asy Syaikh Shalih bin Abdul Aziz As Sindi


Semenjak berlalunya tahun-tahun yang panjang, dalam kurun waktu yang lama, kontroversi tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan dakwahnya masih terus berjalan. Antara yang mendukung dan yang menentang, atau yang menuduh dan yang membela.
Yang perlu diperhatikan mengenai ucapan orang-orang yang menentang Syaikh yang melontarkan kepada beliau dengan bebagai tuduhan, bahwa perkataan mereka tak disertai dengan bukti. Apa yang mereka tuduhkan tidak mempunyai bukti dari perkataan Syaikh, atau didasarkan pada apa yang telah ditulis dalam kitabnya, tapi hanya sekedar tuduhan yang dilontarkan oleh pendahulu, kemudian diikuti oleh orang setelahnya.
Saya yakin tak ada seorangpun yang berfikir objektif kecuali dia mengakui bahwa cara terbaik untuk mengetahui fakta yang sebenarnya adalah dengan melihat kepada yang bersangkutan, kemudian mengambil informasi langsung dari apa yang telah disampaikannya.

Kitab-kitab Syaikh dapat kita temui, perkataan-perkataannya pun juga masih terjaga. Dengan mengacu kepada itu semua akan terbukti apakah isu-isu tersebut benar atau salah. Adapun tuduhan-tuduhan yang tidak disertai dengan bukti hanyalah fatamorgana yang tak ada kenyataanya.
Dalam lembaran-lembaran ini, berisi catatan-catatan ringan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan amanah dinukil dari kitab-kitabnya yang valid. Saya telah mengumpulkannya dan yang dapat saya lakukan hanyalah sekedar menyusun.
Catatan berisi jawaban-jawaban langsung dari Syaikh terhadap tuduhan-tuduhan kepada beliau yang dilancarkan oleh para penentangnya. Dengan jelas ditepisnya segala apa yang dituduhkan. Saya yakin –dengan taufiq dari Allah .- hal itu cukup untuk menjelaskan kebenaran bagi siapa yang benar-benar mencarinya.
Adapun yang membangkang terhadap Syaikh dan dakwahnya, senang menyebarkan kedustaaan dan kebohongan, perlu saya katakan kepada mereka : kasihanilah dirimu sesungguhnya kebenaran akan jelas, agama Allah akan menang dan matahari yang bersinar terang tak akan bisa ditutupi dengan telapak tangan.

Inilah perkataan Syaikh menjawab tuduhan-tuduhan tersebut, kalau Anda mendapatkan perkataan Syaikh yang mendustakannya maka tampakkan dan datangkanlah jangan Anda sembunyikan…..! Namun kalau tidak –dan Anda tidak akan mendapatkannya- maka saya menasehati Anda dengan satu hal : hendaklah Anda menghadapkan diri kepada Allah dengan menanggalkan segala hawa nafsu dan fanatisme, meminta kepada-Nya untuk memperlihatkan al haq dan membimbingmu kepadanya, kemudian Anda fikirkan apa yang telah dikatakan oleh orang ini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab), apakah dia membawa sesuatu yang bukan dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.

Lalu fikirkan sekali lagi: apakah ada jalan keselamatan selain perkataan yang benar dan membenarkan al haq. Bila telah tampak bagi Anda kebenaran maka kembalilah kepada akal sehat, menujulah kepada al haq, sesungguhnya hal itu lebih baik dari pada terus menerus berada dalam kebatilan, hanya kepada Allah saja segala perkara dikembalikan.

HAKEKAT DAKWAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Sebagai permulaan pembahasan kita akan lebih baik kalau kita menukil beberapa perkataan ringkas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam menjelaskan apa yang beliau dakwahkan, jauh dari awan gelap propaganda yang dilancarkan para penentangnya yang mereka menghalangi kebanyakan manusia agar jauh dari dakwah tersebut. Beliau mengatakan :
"Aku katakan –hanya bagi Allah segala puji dan karunia dan dengan Allah segala kekuatan- : sesungguhnya Tuhanku telah menunjukkanku ke jalan yang lurus, agama lurus agama Ibrahim yang hanif dan dia tidak termasuk orang-orang musyrik. Dan aku –Alhamdulillah-, tidak mengajak kepada madzhab salah seorang sufi, ahli fikih, filosof, atau salah satu imam-imam yang aku muliakan…..
Aku hanya mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, aku mengajak kepada sunnah Rasulullah . yang beliau menasehatkan ummatnya dari yang awal sampai yang akhir untuk selalu mengikutinya. Aku berharap semoga aku tidak menolak segala kebenaran bila telah sampai kepadaku, bahkan aku persaksikan kepada Allah, para malaikat dan semua makhluk-Nya, siapapun diantara kalian yang menyampaikan kebenaran kepadaku, pasti akan aku terima dengan sepenuh hati, dan aku akan memukulkan ke tembok setiap perkataan para imamku yang bertentangan dengan kebenaran, kecuali Rasulullah . karena beliau tidak mengatakan kecuali kebenaran". (Ad Durarus Saniyyah: jilid 1, hal: 37,38).
"Dan aku –segala puji hanya milik Allah-, hanyalah mengikuti, bukan mengada-ada". (Mu’allafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal: 36).

"Gambaran mengenai permasalahan yang sebenarnya adalah aku katakan : tidak ada yang boleh didoai kecuali Allah saja tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya): "maka janganlah kamu berdoa kepada seorangpun bersamaan dengan Allah" (Q.S. Al Jin : 18).
Allah juga berfirman berkaitan dengan hak Nabi-Nya (yang artinya): Katakanlah : "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan-pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan" (Q.S. Al Jin : 21)
Demikianlah firman Allah dan apa yang disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah kepada kita, ….. inilah antaraku denganmu, kalau ada yang menyebutkan tentangku di luar daripada itu, maka itu adalah dusta dan kebohongan". (Ad Durarus Saniyyah : 1/90-91).

Masalah Pertama : I’TIQAD BELIAU TENTANG NABI

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab difitnah para musuhnya dengan berbagai tuduhan keji berkaitan dengan i’tiqadnya terhadap Nabi, tuduhan itu berupa :

Pertama : beliau tidak menyakini bahwa Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam adalah nabi penutup.
Dikatakan demikian, padahal semua kitab-kitab beliau penuh berisi tentang bantahan terhadap syubhat itu. Berikut ini menunjukkan kebohongan tuduhan tersebut, diantaranya dalam perkataan beliau :

"Aku beriman bahwa Nabi kita Muhammad . adalah penutup para nabi dan rasul. Tidak akan sah iman seorang hamba pun sampai dia beriman dengan diutusnya beliau serta bersaksi akan kenabiannya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal 32)
"Makhluk paling beruntung, paling agung kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah yang paling tinggi dalam mengikuti dan mencocoki beliau (Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam) dalam ilmu dan amalannya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:32)

Kedua : Dia telah menghancurkan hak Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak meletakkan beliau pada kedudukannya yang pantas.
Untuk melihat hakikat beliau sebagai tertuduh, saya nukilkan sebagian perkataan yang telah beliau tegaskan berkaitan dengan apa yang diyakini tentang hak Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau berkata:
"Tatkala Allah berkehendak menampakkan tauhid dan kesempurnaan agama-Nya, agar kalimat-Nya adalah tinggi dan seruan orang-orang kafir adalah rendah, Allah mengutus Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai penutup para nabi dan kekasih Tuhan semesta alam. Beliau terus menerus dikenal dalam setiap generasi, bahkan dalam Taurat dan Injil telah disebutkan, sampai akhirnya Allah mengeluarkan mutiara itu, antara Bani Kinanah dengan Bani Zuhrah. Maka Allah mengutusnya pada saat terhentinya pengutusan para rasul, lalu menunjukkannya kepada jalan yang lurus. Beliau mempunyai tanda-tanda dan petunjuk tentang kebenaran kenabian sebelum diangkat menjadi nabi, yang tanda-tanda tersebut tidak terkalahkan oleh orang-orang yang hidup pada masanya. Allah membesarkan beliau dengan baik, mempunyai kehormatan tertinggi pada kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling mulia, paling lembut dan paling benar dalam berucap, akhirnya kaumnya memberikan julukan dengan Al Amin, karena Allah telah menciptakan pada beliau keadaan-keadaan bagus dan budi pekerti yang diridhai-Nya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal: 90-91).

"Dan beliau adalah pemimpin para pemberi syafa’at, pemilik Al Maqamul Mahmud (kedudukan hamba yang paling mulia di hari kiamat), sedang Nabi Adam . dan orang-orang sesudahnya akan berada di bawah panjinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 86).

"Utusan yang pertama adalah Nabi Nuh Alaihis Salam dan yang paling akhir serta paling mulia adalah Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:143)
"Beliau telah menyampaikan penjelasan dengan cara terbaik dan paling sempurna, manusia yang paling menginginkan kebaikan bagi hamba-hamba Allah, belas kasih terhadap orang-orang yang beriman, telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad dan terus menerus menyembah Allah sampai beliau wafat. (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:21).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga mengambil kesimpulan dari sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): Tidaklah sempurna iman salah seorang diantara kamu sampai aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya dan semua manusia. Beliau mengatakan : "Kewajiban mencintai Rasulullah . melebihi cinta terhadap diri sendiri, keluarga maupun harta". (Kitabut Tauhid, hal : 108).

Ketiga : mengingkari syafaat Rasululullah Sholallahu Alaihi Wasallam.
Syaikh berkenan menjawab syubhat ini, beliau mengatakan : "Mereka menyangka bahwa kami mengingkari syafaat Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Maha suci Engkau Allah, ini adalah tuduhan yang besar. Kami mempersaksikan kepada Allah . bahwa Rasulullah . adalah pemberi syafaat dan diberi kekuasaan oleh Allah untuk memberi syafaat, pemilik Al Maqamul Mahmud. Kita meminta kepada Allah Yang Maha Mulia, Tuhan Arsy yang agung untuk memberikan syafaat kepada beliau untuk kita, dan mengumpulkan kita di bawah panjinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 63-64)

Syaikh telah menjelaskan sebab penyebaran propaganda dusta ini, beliau berkata: "Mereka itu ketika aku sebutkan apa yang telah disebutkan Allah dan Rasul-Nya . serta semua ulama dari segala golongan, tentang perintah untuk ikhlas beribadah kepada Allah, melarang dari menyerupakan diri dengan Ahlul Kitab sebelum kita yang mereka itu menjadikan ulama dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, mereka mengatakan : kamu merendahkan para nabi, orang-orang shalih dan para wali!". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal: 50)

Masalah Kedua : TENTANG AHLUL BAIT

Termasuk tuduhan yang diarahkan kepada Syaikh : beliau tidak mencintai Ahlul Bait Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan menghancurkan hak mereka. Jawaban atas pernyataan ini : Apa yang dikatakan itu bertentangan dengan kenyataan, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengakui akan hak mereka untuk dicintai dan dimuliakan. Beliau konsisten dengan hal ini bahkan mengingkari orang yang tidak seperti itu. Beliau rahimahullah berkata :
"Allah telah mewajibkan kepada manusia berkaitan dengan hak hak terhadap ahlul bait. Tidak boleh bagi seorang muslim menjatuhkan hak-hak mereka dengan mengira ini adalah termasuk tauhid, padahal hal itu adalah perbuatan yang berlebih-lebihan. Kita tidak mengingkari kecuali apa yang mereka lakukan berupa penghormatan terhadap ahlul bait disertai dengan keyakinan mereka pantas untuk disembah, atau penghormatan terhadap mereka yang mengaku dirinya pantas disembah". (Mu’allafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal:284)

Dan bagi siapa saja yang mau memperhatikan biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab akan membuktikan apa yang telah dia katakan. Cukuplah diketahui beliau telah menamai enam dari tujuh putranya dengan nama para ahlul bait yang mulia –semoga Allah merahmati mereka. Keenam putra itu adalah : Ali, Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan bukti yang jelas menunjukkan betapa besar kecintaan dan penghargaannya terhadap ahlul bait.

Masalah Ketiga : KAROMAH PARA WALI

Beredar isu di kalangan orang bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengingkari karomah para wali. Menepis kebohongan ini, di beberapa tempat Syaikh rahimahullah telah merumuskan aqidah beliau yang tegas berkaitan dengan masalah ini, berbeda jauh dengan apa yang selama ini tersebar. Diantaranya terdapat di dalam sebuah perkataannya tatkala beliau menerangkan tentang aqidah beliau :
"Dan aku meyakini tentang karomah para wali". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:32)

Bagaimana mungkin beliau dituduh dengan tuduhan tersebut, padahal dia mengatakan bahwa orang yang mengingkari karomah para wali adalah ahli bid’ah dan kesesatan, beliau berkata:

"Dan tidak ada seorangpun mengingkari karomah para wali kecuali dia adalah ahli bid’ah dan kesesatan". (Muallafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 1, hal: 169)

Masalah Keempat : TAKFIR (Pengkafiran -red)

Termasuk perkara terbesar yang disebarkan berkenaan dengan Syaikh dan orang-orang yang mencintainya adalah dikatakan mengkafirkan khalayak kaum muslimin dan pernikahan kaum muslimin tidak sah kecuali kelompoknya atau yang hijrah kepadanya. Syaikh telah menepis syubhat ini di beberapa tempat, diantara pada perkataan beliau :
"Pendapat orang bahwa saya mengkafirkan secara umum adalah termasuk kedustaan para musuh yang menghalangi manusia dari agama ini, kita katakan : Maha Suci Engkau Allah, ini adalah kedustaan besar". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 100)
"Mereka menisbatkan kepada kami berbagai macam kedustaan, fitnah pun semakin besar dengan mengerahkan terhadap mereka pasukan syetan yang berkuda maupun yang berjalan kaki. Mereka menebarkan berita bohong yang seorang yang masih mempunyai akal merasa malu untuk sekedar menceritakannya apalagi sampai tertipu. Diantaranya apa yang mereka katakan bahwa aku mengkafirkan semua manusia kecuali yang mengikutiku dan pernikahan mereka tidak sah. Sungguh suatu keanehan, bagaimana mungkin perkataan ini bisa masuk kedalam pikiran orang waras. Dan apakah seorang muslim akan mengatakan seperti ini. Aku berlepas diri kepada Allah dari perkataan ini, yang tidak bersumber kecuali dari orang yang berpikiran rusak dan hilang kesadarannya. Semoga Allah memerangi orang-orang yang mempunyai maksud-maksud yang batil". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal 80)
"Aku hanya mengkafirkan orang yang telah mengetahui agama Rasulullah . kemudian setelah dia mengetahuinya lantas mengejeknya, melarang manusia dari memeluk agama tersebut dan memusuhi orang yang berpegang dengannya. Tetapi kebanyakan umat –alhamdulillah- tidaklah seperti itu". (Ad Durarus Saniyyah : 1/73)

Masalah Kelima : ALIRAN KHAWARIJ

Sebagian orang ada yang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa dia berada di atas aliran khawarij yang mengkafirkan manusia hanya karena kemaksiatan biasa. Untuk menjawabnya kita ambil dari redaksi perkataan Syaikh rahimahullah sendiri. Beliau rahimahullah berkata :
"Aku tak menyaksikan seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia masuk surga atau masuk neraka kecuali orang yang telah disaksikan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Akan tetapi aku mengharapkan kebaikan bagi orang yang berbuat baik, dan mengkhawatirkan orang yang berbuat jahat. Aku tidak mengkafirkan seorang dari kaum muslimin pun hanya karena dosa biasa dan aku tak mengeluarkannya dari agama Islam". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:32)

Masalah Keenam : TAJSIM (Menjisimkan/ menyerupakan Allah dengan makhluk)

Termasuk yang digembar-gemborkan juga tentang Syaikh adalah beliau dianggap mujassim, yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Beliau telah menerangkan keyakinan dia tentang masalah ini dan ternyata sangat jauh dengan apa yang telah dituduhkan padanya, beliau berkata :
"Termasuk beriman kepada Allah adalah: beriman dengan apa yang Allah sifati terhadap Dzat-Nya di dalam kitab-Nya, atau melalui sabda Rasul-Nya, tanpa adanya tahrif (merubah teks maupun makna dari nash aslinya -pent) ataupun ta’thil (menafikan sebagian atau semua sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan terhadap diri-Nya -pent), bahkan aku beri’tikad bahwa tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah ., Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka aku tidak menafikan dari Allah sifat yang telah Dia tetapkan terhadap diri-Nya, aku tidak merubah perkataan Allah dari tempat-tempatnya, aku tidak menyimpang dari kebenaran dalam nama dan sifat-sifat Allah. Aku tidak menggambarkan bagaimana sebenarnya sifat-sifat Allah dan juga tidak menyamakannya dengan sifat-sifat makhluk, karena Dia Maha Suci, tiada yang menyamai, tiada yang setara dengan-Nya, tidak memiliki tandingan dan tidak pantas diukur dengan makhluk-Nya. Karena Allah. Yang paling mengetahui tentang diri-Nya dan tentang yang selain-Nya. Dzat Yang paling benar firman-Nya dan paling bagus dalam perkataan-Nya. Allah menyucikan diri-Nya dari dari apa yang dikatakan oleh para penentang yaitu ahli takyif (menggambarkan hakikat sifat-sifat Allah) maupun ahli tamtsil (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Juga mensucikan diri-Nya dari pengingkaran ahli tahrif maupun ahli ta’thil, maka Dia berfirman (yang artinya): Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam (Q.S. As Shaffat : 180-182) (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:29)
"Dan sudah dimaklumi bahwa ta’thil adalah lawan dari tajsim, ahli ta’thil adalah musuh ahli tajsim, sedang yang haq adalah yang berada di antara keduanya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 11, hal:3)

Masalah Ketujuh : MENYELISIHI PARA ULAMA

Sebagian manusia mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menyelisihi semua ulama dalam dakwahkannya, tidak melihat kepada perkataan mereka, tidak mengacu kepada kitab-kitab mereka dan beliau membawa barang baru serta membuat madzhab kelima.Orang yang paling bagus dalam menjelaskan bagaimana hakikatnya adalah beliau sendiri. Beliau berkata :
"Kami mengikuti Kitab dan Sunnah serta mengikuti para pendahulu yang shalih dari umat ini dan mengikuti apa yang menjadi sandaran perkataan para imam yang empat : Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris (As Syafi’i) dan Ahmad bin Hanbal semoga Allah merahmati mereka". (Muallafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal: 96)

"Bila kalian mendengar aku berfatwa dengan sesuatu yang dengannya aku keluar dari kesepakatan (ijma’) ulama, sampaikan perkataan itu kepadaku". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 53)
"Bila kalian menyangka bahwa para ulama bertentangan dengan apa yang aku jalani, inilah kitab-kitab mereka ada di depan kita". (Ad Durarus Saniyyah jilid 2, hal: 58)
"Aku membantah seorang bermadzhab hanafi dengan perkataan ulama-ulama akhir dari madzhab hanafi, demikian juga penganut madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, semua saya bantah hanya dengan perkataan ulama-ulama mutaakhirin yang menjadi rujukan dalam madzhab mereka". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:82)
"Secara global yang saya ingkari adalah : keyakinan terhadap selain Allah dengan keyakinan yang tidak pantas bagi selain Allah. Bila Anda dapati aku mengatakan sesuatu dari diriku sendiri, maka buanglah. Atau dari kitab yang kutemukan sedang disepakati untuk tidak diamalkan, buanglah. Atau saya menukil dari ahli madzhabku saja, buanglah. Namun bila aku mengatakannya berdasarkan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya . atau berdasarkan ijma’ ulama dari segala madzhab, maka tidaklah pantas bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berpaling darinya hanya karena mengikuti seorang ahli di zamannya atau ahli daerahnya, atau hanya karena kebanyakan manusia di zamannya berpaling darinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid1,hal:76)

PENUTUP
Sebagai penutup, disini ada dua nasehat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :
Pertama : bagi orang yang berusaha menentang dakwah ini berikut semua pengikutnya, serta mengajak manusia untuk menentangnya lalu melontarkan beraneka ragam tuduhan dan kebathilan. Bagi mereka Syaikh berkata :
"Saya katakan bagi yang menentangku, bahwa sudah menjadi kewajiban bagi semua manusia untuk mengikuti apa yang telah diwasiatkan oleh Nabi . terhadap umatnya. Aku katakan kepada mereka : kitab-kitab itu ada pada kalian, perhatikanlah kandungannya, jangan kalian mengambil perkataanku sedikitpun. Hanya saja apabila kalian telah mengerti sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam kitab-kitabmu itu maka ikutilah meskipun berbeda dengan kebanyakan manusia… Janganlah kalian mentaatiku, dan jangan mentaati kecuali perintah Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam yang ada di dalam kitab-kitab kalian…
Ketahuilah tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian kecuali mengikuti Rasulullah .. Dunia akan berakhir, namun surga dan neraka jangan sampai ada orang berakal yang melupakannya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:89-90)
"Aku mengajak orang yang menyelisihiku kepada empat perkara : kepada Kitabullah, kepada sunnah Rasulullah ., atau kepada ijma’ kesepakatan ahli ilmu. Apabila masih membangkang aku mengajaknya untuk mubahalah". (Ad Durarus Saniyyah : 1/55)
Kedua : bagi yang masih bimbang. Syaikh berkata : "Hendaklah Anda banyak merendah dan menghiba kepada Allah, khususnya pada waktu-waktu yang mustajab, seperti pada akhir malam, di akhir-akhir shalat dan setelah adzan.
Juga perbanyaklah membaca doa-doa yang diajarkan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, khususnya doa yang tercantum dalam As Shahih bahwa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa dengan mengucap (yang artinya): Wahai Allah Tuhannya Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nampak, Engkaulah Yang Memutuskan hukum diantara hamba-hamba-Mu yang berselisih, tunjukkanlah kepadaku mana yang haq diantara yang diperselisihkan dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Menunjukkan ke jalan yang lurus bagi siapa yang Engkau kehendaki. Hendaklah Anda melantunkan doa ini dengan sangat mengharap kepada Dzat Yang Mengabulkan doa orang kesulitan yang berdoa kepada-Nya, dan Yang telah Menunjukkan Ibrahim Alaihis Salam disaat semua manusia menentangnya. Katakanlah : "Wahai Yang telah mengajari Ibrahim, ajarilah aku".
Apabila Anda merasa berat dikarenakan manusia menyelisihimu, pikirkanlah firman Allah Subahahu Wata’ala (yanga artinya) : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. (Q.S. Al Jatsiyah : 18-19)
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (Q.S. Al An’am : 118)
Ingatlah sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam As Shahih (yang artinya): "Agama Islam bermula dengan keadaan dianggap asing dan akan kembali dianggap asing seperti saat bermulanya".
Juga sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya) : "Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu …." Sampai akhir hadits [1], juga sabda beliau (yang artinya): "Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk sesudahku", juga sabdanya : "Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah kesesatan". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 42-43)
"Jika telah jelas bagimu bahwa ini adalah al haq yang tidak diragukan lagi, dan sudah merupakan kewajiban untuk menyebarkan al haq itu serta mengajarkannya kepada para wanita maupun pria, maka semoga Allah merahmati orang yang menunaikan kewajiban itu dan bertaubat kepada Allah serta mengakui al haq itu pada dirinya. Sesungguhnya orang yang telah bertaubat dari dosanya seperti orang yang tak mempunyai dosa sama sekali. Semoga Allah menunjukkan kami dan Anda sekalian dan semua saudara-saudara kita kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam…" (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:43)2.


Catatan Kaki
[1] Lengkapnya adalah: "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari dada manusia secara serta merta, akan tetapi mencabutnya dengan memwafatkan para ulama. Sampai apabila tidak menyisakan seorang yang alim, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka ditanya dan menjawab tanpa ilmu maka mereka tersesat dan menyesatkan manusia" (HR. Bukhari Muslim).
Makalah ini diterjemahkan oleh Muhammad Hamid Alwi,
dari teks aslinya berjudul: "Tashihu Mafahim Khati’ah"
Sumber: http://www.salafyoun.com/forumdisplay.php?f=35&langid=5
Sebuah Situs yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Bin Ramzan Al Hajiry Hafidzahullah
Risalah Syaikh Muhammad Bin Ramzan pernah dimuat dalam Majalah An Nashihah
http://salafivilla.blogspot.com/2009/07/meluruskan-pemahaman-keliru-tentang.html

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More