ketergelinciran (Kecelakaan) ulama maka hilang Agamanya

Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan tentang biografi Khalifah al-Mu'tadhidh Billah:

bahwa Isma'il al-Qadhi, dia berkisah: Satu kali aku masuk menemui Khalifah. Kemudian beliau menyodorkan kepadaku sebuah kitab. Akupun melihatnya. Ternyata kitab itu berisi kumpulan rukhsah-rukhsah (hukum-hukum yang paling ringan) dari pendapa ulama yang keliru.

Maka aku berkata: "Penulis kitab ini zindiq (orang ingin merusak islam, tapi menampakkan diri sebagai muslim)."

Khalifah menjawab: "Bukankah hadits-hadits yang jadi landasan ini shahih?"

Aku jawab: "Ya, namun ulama yang membolehkan khamr tidak membolehkan mut'ah. Ulama yang membolehkan mut'ah, tak membolehkan nyanyian. Tidaklah seorang alim ulama melainkan punya satu ketergelinciran (pendapat yang keliru). Barangsiapa yang mengambil pendapat yang keliru dari setiap ulama, agamanya akan hilang."

Kemudian Khalifah memerintahkan kitab itu untuk dibakar.

(Sumber: Siyar A'lam an-Nubala 13/465)

Pelajaran:

1. Para ulama dulu sangat perhatian untuk membela agamanya, sampaipun ketika ada seorang yang mengumpulkan hukum-hukum yang paling ringan dari berbagai permasalahan, mereka pun langsung memperingatkannya.

2. Orang-orang yang merusak agama Islam, dulu mengumpulkan pendapat paling ringan dari pendapat ulama yang keliru, tapi sekarang orang-orang yang ingin merusak agama Islam juga memakai perkataan tokoh-tokoh non muslim yang kafir.

3. Para umara' (penguasa) dulu sangat dekat dengan para ulama, setiap bimbingan ulama untuk membela agama Islam, mereka ikuti.

4. Hendaknya kaum muslimin berhati-hati terhadap orang zindiq, yang menampakkan diri sebagai tokoh muslim, tapi ucapan-ucapannya dan pendapatnya selalu meruntuhkan tuntunan agama Islam yang indah.

5. Hendaknya kita dalam berbagai hukum-hukum syariat mengikuti para ulama yang sudah terkenal ketaqwaannya, seperti: para shahabat, para tabii, tabiut tabiin, imam yang empat dan penerus mereka sampai hari kiamat nanti. Tidak mengikuti orang yang disebut sebagai tokoh agama, tetapi tidak terlihat amaliah (praktek) yang menunjukkan ketakwaannya, taatnya dia kepada Allah, dan keshalihan dia. Wallahu a'lam.

Baca selanjutnya" Fatwa Al-Imam Asy-Syafii dan Ulama Madzhab Asy-Syafiiyyah: Barangsiapa mengambil rukhsah dari setiap ketergelinciran ulama maka hilang agamanya http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2011/03/barangsiapa-mengambil-rukhsah-dari.html#ixzz1PxIQLPQ8

Contoh Ketergelinciran ulama

1. Ibnu Hazm menyamakan alat musik dengan suara burung yang indah, sehingga musik jadi halal. Dan para ahlul ahwa berpedoman pada pendapat Ibnu Hazm, Padahal kita tahu ia adalah ulama ahlus sunnah yang mumpuni di zamannya, dari Spanyol!. Note tentang haramnya musik telah banyak episode ana (AHSI) bikin, silakan baca lagi bagi yang mau.

2. Lajnah ad-Daimah berbeda pendapat dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany ketika ada penanya yang menanyakan kedudukan hadits tentang sholat tasbih. Lajnah ad-Daimah cenderung pada pendapat bahwa hadits-hadits tentang itu tidak ada yang shahih, sedangkan Syaikh alAlbany cenderung pada pendapat Ulama sebelumnya yang menshahihkan salah satu riwayat(Fatwa al-Lajnah adDaimah juz 6 halaman 401). Hal itu menunjukkan keadilan sikap Ulama’ Ahlussunnah terhadap Ulama’ lainnya, mereka menghormatinya dan mencintainya karena Allah, kadangkala menukil ucapannya untuk menguatkan pendapat –jika memang pendapat tersebut lebih dekat pada kebenaran-, namun mereka tidak pernah mengkultuskan dan menganggap bahwa orang itu tidak pernah salah sehingga semua ucapannya harus selalu diikuti. Contoh ke2 ini bukti ahlussunnah tidak taklid buta dengan syaikh AlBany Rohimahullah.

3. Contoh tentang gambar hasil jepretan kamera ulama beda pendapat, ada yang mengkategorikan masuk lukisan ada yang tidak , yang tidak termasuk lukisan alasannya adalah cuma memindahkan aslinya. Padahal yang rojih gambar dari hasil jepretan kamera adalah termasuk lukisan yang jelas ke haramannya. Jelas foto tak sama dengan aslinya karena beberapa hal, foto tidak bisa bernafas, melirik, menangis atau lainnya, kedua kamera itu alat, sama seperti kuas pada alat lukis. Ketiga foto hasil jepretan kamera tak sama dengan aslinya, orang yag hidungnya mancung sama yang pesek hasilnya tetap sama yaitu > datar!.Tentang Hukum gambar/ Fhoto mahluk benyawa note nya sudah SI bikin Desembber 2010.

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)

Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)

Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai,

وَلَا صُورَةً فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا

“Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ

“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad 1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda,

إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ

“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.”(HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini adalah lafazh Muslim). Dalam riwayat Muslim,

أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ

“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”

Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,

صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Pelajaran:

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menunjukkan bahwa yang dimaksud gambar yang terlarang dipajang adalah gambar makhluk bernyawa (yang memiliki ruh) yaitu manusia dan hewan, tidak termasuk tumbuhan. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ

“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)

Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus adalah setiap gambar manusia atau hewan. Yang wajib dihapus adalah wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera, pen), maka ini tidaklah mengapa, karena seperti itu bukanlah gambar dan hanya bagian dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa jika darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. Mohon dijelaskan apa yang jadi kaedah dikatakan darurat?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud adalah semisal gambar yang ada pada mata uang atau memang gambar tersebut adalah gambar ikutan yang tidak bisa tidak harus turut serta dibawa atau keringanan dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara kondisi darurat yang dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan gambar-gambar tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More